Selasa, 10 Oktober 2017

Ayo Berwudhu Dengan Benar...

Mengetahui bagaimana tatacara wudhu yang benar adalah perkara yang sangat penting dikarenakan wudhu adalah ibadah yang sangat agung dan merupakan syarat sah ibadah sholat seseorang. Di samping itu wudhu mempunyai keutamaan yang sangat banyak dan itu dicapai dengan niat yang ikhlas dan berwudhu yang benar.

Kedudukan Wudhu dalam Sholat

Wudhu merupakan suatu hal yang tidak asing bagi setiap muslim, sejak kecil kita mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita lakukan selama bertahun-tahun itu telah benar sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW???
Demikian juga telah kita ketahui bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat, yang mana jika syarat  tersbut tidak terpenuhi maka tidak akan terlaksana apa yang kita inginkan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW  :
« لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ »

"Tidak diterima sholat orang yang berhadast sampai ia berwuhdu" HR. Bukhori no. 135, Muslim no. 225

Demikian juga Allah SWt telah berfirman :

« يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ »

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6)


Maka marilah kita bersama-sama untuk mempelajari/memahami tata cara wudhu Nabi Muhammad SAW.

Pengertian Wudhu

Secara bahasa wudhu berarti husnu/keindahan dan nadhofah/kebersihan. Wudhu untuk sholat dikatakan sebagai wudhu karena ia membersihkan anggota wudhu dan memperindahnya. Sedangkan menurut istilah dalam syari'at wudhu adalah peribadatan kepada Allah 'azza wa jalla dengan mencuci empat anggota wudhu dengan tata cara tertentu.

استعمال الماء في الأعضاء الأربعة -وهي الوجه واليدان والرأس والرجلان- على صفة مخصوصة في الشرع، على وجه التعبد 
لله تعالى
Menggunakan air pada anggota tubuh yang empat – wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki- menurut sifat (tatacara –ed) tertentu dalam syar’i dalam rangka beribadah kepada Allah Ta’aala. (Al-Fiqh al-Muyasar, hlm 33)

Keutamaan Berwudhu

Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

“Barangsiapa yang membaguskan wudhu keluarlah dosa-dosanya dari jasadnya sampai keluar dari  bawah kukunya.” (HR. Muslim  no. 245)

dalam hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda :

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dan sampai selesai atau menyempurnakan wudhu kemudian membaca doa : “Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang dia bisa masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki.”

Syarat-Syarat Wudhu

Wudhu mempunyai syarat yang sebagaimana syarat ibadah lainnya juga. Yaitu Islam, berakal, tamyyiz, niat, menggunakan air yang suci, menghilangkan apa yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit seperti tanah, cat, atau yang lainnya. (silahkan lihat ar-Raudul Murbi’: 189, al-Mulakhos al-Fiqhy: 1/41)

Penjelasannya secara singkat :

1. Islam

Ini adalah syarat sahnya ibadah termasuk wudhu menurut kesepakatan (ijma’) ulama. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’aala,

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ

“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.” (at-Taubah: 54)

2. Berakal

Orang gila tidak diterima wudhunya karena dia orang yang tidak berakal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Diangkat pena dari tiga orang, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia baligh, dari orang gila sampai dia berakal.” (HR. Abu Dawud no. 4450, at-Tirmidzi no. 1423 dan Ibnu Majjah no. 2041)

3. Tamyiiz (mampu membedakan yang baik dan yang buruk)

Anak kecil yang belum tamyyiz tidak sah wudhunya.

4. Niat

Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

5. Menggunakan air yang suci

Tidak boleh berwudhu dengan air yang najis, bahkan wajib untuk berwudhu dengan air yang suci.

6. Menghilangkan apa yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit

Wajibnya untuk menghilangkan sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit agar apat tercapai kesempurnaan wudhu.

Fardhu-fardhu Wudhu

Menurut pendapat yang benar bahwasanya wajib dan fardhu mempunyai makna yang sama tidak ada perbedaan. Fardhu-fardhu wudhu ada enam yaitu : mencuci wajah termasuk bagian wajah berkumur-kumur dan istinsyaq, mencuci kedua tangan sampai siku, mengusap kepala seluruhnya dan termasuk bagian kepala kedua telinga, membasuh kedua kaki, tartib (berurutan), muwaalaat (berkesinambungan/tidak teputus). (Silakan lihat kitab Duruus al-Muhimmah li ‘aammatil Ummah, Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah)

Dalilnya firman Allah Ta’aala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.”  (al-Maidah: 6)

Di antara perkara yang hukumnya wajib adalah seseorang berwudhu secara tartib, yaitu berwudhu sesusi dengan runtutan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga diantara perkara yang wajib adalah al-Muwaalaat yaitu berkesinambungan dalam berwudhu sampai selesai tidak terhenti atau terputus.

Tatacara Wudhu

1. Niat .

Yaitu berniat di dalam hatinya untuk berwudhu menghilangkan hadats atau dalam rangka untuk mendirikan shalat. hal ini berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)

Apa hukum niat dalam berwudhu?
Niat adalah syarat sah wudhu dan mandi (mandi janabah) menurut pendapat yang benar, ini pendapatnya mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in, dalilnya berdasarkan hadits yang telah disebutkan di atas.

Di mana tempatnya niat ?
Niat tempatnya di hati tidak perlu diucapkan.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :

وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ

“Dan niat tempatnya dihati menurut kesepakatan para ulama, jika berniat dalam hatinya dan tidak diucapkan dengan lisannya cukup/sah sebagai niat menurut kesepakatan mereka.” (Majmu Fatawa:18/161)

2. Tasmiyah (membaca Basmallah)

Disyariatkan ketika seseorang hendak berwudhu untuk membaca basmalah, hal ini  berdasarkan dalam sebuah hadits, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

“Tidak ada shalat (tidak sah) orang yang shalat tanpa berwudhu dan tidak ada wudhu (tidak sah) wudhunya seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud no. 101, Ibnu Majjah no. 397, dan at-Tirmidzi no. 25 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani di Irwa’ no. 81 dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Hukum membaca Basmallah ketika berwudhu?
Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat, dikarenakan perbedaan dalam menentukan shahih dan tidaknya hadits tentang masalah ini. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat membaca basmalah ketika berwudhu hukumnya sunnah. Sebagian ulama yang lain berpendapat hukumnya wajib dan sebagian yang lain berpendapat bukan sunnah. Wallahu a’lam bish shawwab adapun kami cenderung kepada pendapat jumhur yang mengatakan hukumnya sunnah membaca (باسم الله) ketika berwudhu. Dalilnya adalah dari hadits diatas yang menunjukkan wajibnya dan hal itu dipalingkan oleh sebuah ayat. Allah Ta’aala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)

Allah tidak menyebutkan pada ayat ini membaca (باسم الله) ketika berwudhu. Begitu juga pada hadits-hadits yang menerangkan tentang wudhunya Rasulullah tidak disebutkan membaca (باسم الله) ini menunjukkan hukumnya adalah sunnah.
Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah:

وإن صح ذلك فيحمل على تأكيد الاستحباب ونفي الكمال بدونها

“Jika shahih (hadits) itu maka dibawa kemakna atas penekanan sunnahnya dan peniadaan kesempurnaan tanpanya.” (Mugni:1/85)

Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah merajihkan sunnah membaca (باسم الله) ketika berwudhu (Syarhul Mumti’:1/358). Wallahu a’lam bish shawwab.

Kapan dibaca dan bagaimana bacaannya?
Dibaca setelah ia berniat untuk berwudhu sebelum melakukan seluruhnya dan yang dibaca adalah (باسم الله) sesuai dengan hadits. Wallahu a’lam.

Lalu bagaimana hukum membaca basmallah ketika berwudhu di toliet?
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dibaca di dalam hati. Adapun Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan: “Apakah seseorang terputus berdzikir sama sekali ketika berada di hammaam (wc) walau di dalam hatinya? Maka beliau menjawab,

وقال الشيخ عبد العزيز بن باز :
الذِّكر بالقلب مشروع في كل زمان ومكان ، في الحمَّام وغيره ، وإنما المكروه في الحمَّام ونحوه :
ذكر الله باللسان تعظيماً لله سبحانه إلا التسمية عند الوضوء فإنه يأتي بها إذا لم يتيسر الوضوء
خارج الحمَّام ؛ لأنها واجبة عند بعض أهل العلم ، وسنة مؤكدة عند الجمهور .
” فتاوى الشيخ ابن باز ” ( 5 / 408 )

“Dzikir di dalam hati disyariatkan pada setiap waktu dan tempat. Pada saat di wc atau selainnya. Dimakruhkan pada saat di wc dan yang semisalnya berdzikir menyebut nama Allah dengan lisannya sebagai pengagungan terhadap Allah -subhaanah- kecuali ketika berwudhu, dia harus mendatangkannya (membacanya –ed) apabila tidak mudah baginya berwudhu di luar wc; dikarenakan membaca bismillah ketika berwudhu hukumnya wajib menurut sebagian ulama dan sunnah muakad menurut jumhur (mayoritas ulama).” (Fatawaa’: 5/408)

3. Membasuh kedua telapak tangan.

Membasuh kedua telapak tangan sebanyak tiga kali hal ini berdasarkan banyak hadits, di antaranya,

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Humran –bekas budaknya Utsman bin Affan- beliau pernah melihat Utsman meminta air untuk wudhu, lalu beliau (Utsman) menuangkan air ke kedua telapak tangannya dari wadah tersebut maka dibasuhlah (dicuci) sebanyak tiga kali, beliau lantas mencelupkan tangan kanannya ke dalam air tersebut kemudian berkumur-kumur, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dan istinsyar (mengeluarkannya). Kemudian beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangannya sampai sikunya sebanyak tiga kali, kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasuh (mencuci) setiap kakinya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau berkata : “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat tidak berkata-kata di jiwanya (khusyu’), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’” (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 423)

Hukum membasuh telapak tangan pada permulaan berwudhu?
Para ulama ijma’ (sepakat) tentang hukumnya sunnah membasuh kedua telapak tangan dalam permulaan berwudhu sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnul Mundzir dan al-Imam an-Nawawi rahimahullah.
Berkata al-Imam Ibnul Mundzir rahimahullah:

أجمع كل من نحفظ عنه من أهل العلم على أن غسل اليدين في ابتداء الوضوء سنة

“Telah ijma’ (sepakat) setiap orang dari kalangan ahlu ilmi (para ulama) yang kami hapal darinya bahwa membasuh kedua telapak tangan pada permulaan wudhu hukumnya sunnah.” (Al-Ausath:1/375)

Hukum menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu
Disyariatkan untuk menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu, hal ini berdasarkan pada sebuah hadits dimana

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

“Sempurnakanlah dalam berwudhu, sela-selalah jari jemari, bersungguh-sungguh dalam beristinsyak (memasukkan air kedalam hidung dengan tarikan nafas –ed) kecuali dalam keadaan berpuasa.” (HR. Ashabus Sunan, dan sanadnya shahih. Hadits ini tercantum pada shahihul musnad Syaikh Muqbil rahimahullah no 1096).

Adapun tentang hukumnya para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama berpendapat hukumnya sunnah menyela-nyela jari jemari tangan dan kaki ketika berwudhu. Sebagian yang lain bependapat wajib. Berkata Asy-syaikh Al-Allamah Abdullah al-Bassam rahimahullah: “Sampainya air kejari jemari kaki tanpa disela-sela, dengan ini sampailah pada batasan wajib (meratanya air keanggota wudhu –ed); maka yang tersisa tinggal yang hukumnya sunnah atas kehati-hatian dalam hal itu.” (Taudihul Ahkaam:1/218)

4.      Madmadhah (berkumur-kumur), Istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dengan menghirupnya) dan istinsyar (mengeluarkan air dari hidung).

Dalil tentang hal ini dalam banyak hadits di antaranya,
Yang diriwayatkan oleh Humran tentang praktek wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang dilakukan oleh Utsman bin Affan sampai pada

ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ

“…..Beliau lantas mencelupkan tangan kanannya ke dalam air tersebut kemudian berkumur-kumur, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dan istinsyar (mengeluarkannya)…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِي أَنْفِهِ ماء ثُمَّ لِيَنْثُرْ

“Jika salah seorang dari kalian berwudhu maka hendaknya dia menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Hukum berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) ketika berwudhu ?
Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, Insya Allah pendapat yang rajih (tepilih) bahwasanya berkumur-kumur dan istinsyaq hukumnya wajib. Berdasarkan sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

“Jika kamu berwudhu maka berkumurlah.” (HR. Abu Dawud no. 144, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani di shahih Abi Dawud no.131). Dan ini madzhabnya Ibnu Abi Laila, Hammad, Ishaaq dan masyhur dari Imam Ahmad.

Bagaimana cara berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung)?
Berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dengan tangan kanan kemudian istintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri.  Sebagaimana dalam sebuah hadits,

وَنَحْنُ جُلُوسٌ نَنْظُرُ إِلَيْهِ فَأَدْخَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى فَمَلأَ فَمَهُ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَنَثَرَ بِيَدِهِ الْيُسْرَى فَعَلَ هَذَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ قَالَ : مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى طُهُورِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَهَذَا طُهُورُهُ

Dari Abdi Khoir berkata : “Suatu ketika kami duduk-duduk sembari melihat Ali yang sedang berwudhu. Lalu Ali memasukkan tangan kanannya, memenuhi mulutnya (dengan air) kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkan air dengan menggunakan tangan kirinya. Dia melakukan hal itu sebanyak tiga kali lantas mengatakan, siapa yang suka untuk melihat tatacara wudhunya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka inilah sifat wudhunya beliau.” (HR. ad-Darimi dari Abdi Khair, Syaikh al-Albani mengatakan sanadnya shahih di al-Misykat 1/89)

Apakah menggabungkan dengan satu cidukan untuk berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air kedalam hidung) atau memisahkan satu cidukan untuk berkumur-kumur dan mengambil air lagi untuk istinsyaq?
Mayoritas ulama berpendapat menggabungkan cidukan air untuk berkumur-kumur dan istinsyaq. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Zaid yang mencontohkan wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: (sampai pada)

فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا

“Berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air kehidung) dari satu telapak tangan dilakukan sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
     
5. Membasuh wajah.

Membasuh wajah adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala menuju ke bagian bawah kumis dan jenggot sampai pangkal kedua telinga, hingga mengenai persendian yaitu bagian wajah yang terletak antara jengot dan telinga.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’aala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)

Dan dalam banyak hadits diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Humran maula (bekas budaknya) Utsman menuturkan bahwa Utsman meminta air wudhu lalu menyebutkan sifat wudhu Nabi shallallahu alaihi wasallam “… (sampai pada)

ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا

Kemudian mencuci wajahnya sebanyak tiga kali..” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum membasuh wajah  ketika wudhu?
Para ulama ijma’ (sepakat) tentang wajibnya membasuh wajah didalam berwudhu. Sebagaimana dinukilkan oleh Imam At-Thahawi,  Al-Maawardi, Ibnu Rusd, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi.
Apabila seseorang hendak membasuh wajah dan pada wajahnya ada jenggotnya
Ada perinciannya
Pertama: Apabila jengotnya lebat tidak dibasuh kecuali yang zhohir (bagian luar/permukaan jenggot) darinya.
Kedua: Apabila jengotnya tipis, mayoritas ulama berpendapat wajib membasuhnya dan membasuh kulitnya, mereka berdalil pada keumuman ayat
“Maka basuhlah wajah-wajah kalian” (Al-Maidah : 6).
Menyela-nyelai jenggot, dalil tentang hal ini adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari sahabat Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,

كَانَ إِذَا تَوَضَّأَ أَخَذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَأَدْخَلَهُ تَحْتَ حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ
وَقَالَ « هَكَذَا أَمَرَنِى رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ »

“Merupakan kebiasaan (Nabi shallallahu ‘alaihi was sallampent. ) jika beliau akan berwudhu, beliau mengambil segenggaman air kemudian beliau basuhkan (ke wajahnyapent) sampai ketenggorokannya kemudian beliau menyela-nyelai jenggotnya”. Kemudian beliau mengatakan, “Demikianlah cara berwudhu yang diperintahkan Robbku kepadaku”HR. Abu Dawud no. 145, Al Baihaqi no. 250 dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 92.

Dan cara menyela-nyelai jenggot adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam di atas yaitu dengan menyela-nyelainya bersamaan dengan membasuh wajah

 6. Membasuh kedua tangan sampai ke siku.

Allah Subhaanahu wata’aala berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)

Dan (إلى) pada ayat ini bermakna (bersama :مع ), maka wajib untuk memasukkan siku dalam penyucian kedua tangan.
Dan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Humran Maula (bekas budaknya) Utsman menuturkan bahwa Utsman meminta air wudhu lalu mempratekkan sifat wudhu Nabi shallallahu alaihi wasallam “… (sampai pada)

وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاَثًا

mencuci kedua tangannya sampai kesiku sebanyak tiga kali…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum membasuh kedua tangan sampai siku ketika berwudhu?
Para ulama sepakat (ijma’) tentang wajibnya mencuci kedua tangan sampai ke siku. Sebagaimana dinukilkan oleh oleh At-Thahawi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Hazm, Ibnu Rusyd, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi.

Bagaimana jika seseorang tangannya atau bagian dari tangannya terpotong, masihkah dia wajib membasuh tangannya?
Wajib baginya membasuh sisa tangan yang tersisa, yaitu jika tangannya terpotong dari bawah siku. Dan tidak ada kewajiban untuk membasuhnya jika sudah tidak ada lagi bagian yang dibasuh. Yaitu jika tangannya terpotong dari atas siku. Wallahu a’lam bish shawwab

 7.  Mengusap kepala seluruhnya termasuk telinga.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’aala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak berdiri mengerjakan shalat, basuhlah wajah-wajah kalian, kemudian tangan-tangan kalian sampai siku, kemudian usaplah kepala-kepala kalian, kemudian basuhlah kaki-kaki kalian sampai kedua mata kaki.” (al-Maidah:6)

Dan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Humran Maula (bekas budaknya) Utsman menuturkan bahwa Utsman meminta air wudhu kemudian berwudhu“… (sampai pada)

ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ

kemudian mengusap kepalanya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apa hukumnya mengusap kepala ketika berwudhu?
Para ulama sepakat (ijma’) tentang wajibnya mengusap kepala ketika berwudhu. Sebagaimana dinukilkan oleh At-Thahawi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Rusyd, Ibnu Qudamah dan An-Nawawi dan yang lainnya

Yang diusap sebagian kepala atau semua?
Yang benar adalah wajib mengusap seluruh kepala berdasarkan ayat diatas dan karena inilah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak hadits yang menerangkan sifat wudhu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ini madzhabnya Imam Malik, Ahmad, Al-Mazini yang masyhur dari mereka.

Apakah hal ini untuk laki-laki saja atau juga untuk wanita?
Mengusap seluruh kepala untuk laki-laki dan wanita, sebagaimana disebutkan oleh IbnuTaimiyyah (Majmu Fatawa : 21/23).
Diusap sekali atau tiga kali?
Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, dan pendapat yang raajih (terpilih) insya Allah pendapat yang mengatakan diusap sekali, berdalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zaid dan ini pendapatnya kebanyakan para ulama.

Apakah kedua telinga termasuk kepala dan apa hukum mungusapnya?
Kedua telinga termasuk kepala, hal ini berdasarkan sebuah hadits di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ

“Kedua telinga termasuk bagian dari kepala.” (HR. Ibnu Majah no 443 dan dishahihkan Syaikh Al-Albani di dalam shahih Ibnu Majah : 375 dan Irwa’ : 84)

Adapun tentang hukumnya para ulama berbeda pendapat hal ini dikarenakan perbedaan dalam menentukan shahih dan tidaknya hadits di atas, sebagian ulama mengatakan wajib mengusap telinga seperti Imam Ahmad dan sebagian lagi berpandangan sunnah. Insya Allah pendapat yang raajih (terpilih) pendapat yang mengatakan hukumnya wajib berdasarkan dalil-dalil yang ada. Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul ‘Aziz bin Baaz Rahimahullah: “Fardhu-fardhu wudhu ada enam … (disebutkan di antaranya)… mengusap seluruh kepala dan dan termasuk bagian kepala, kedua telinga.” (Duruusul Muhimmah Liaamatil Ummah : 62, beserta syarhnya)

Cara mengusapnya bagaimana?
Caranya yaitu mengusap kepala dengan kedua tangan dari depan menuju ke belakang sampai ke tengkuk kemudian mengembalikannya ke tempat awal kemudian memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga dan ibu jari di belakang daun telinga (bagian luar) dan digerakkan dari bawah daun telinga sampai ke atas.
Tentang hal ini sebagaimana hadits-hadits yang telah lalu penyebutannya yang menjelaskan tentang sifat wudhu Rasulullah dan sebuah hadits dari Abdullah bin Amr, beliau menuturkan tentang sifat wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَدْخَلَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّاحَتَيْنِ فِى أُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِإِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ أُذُنَيْهِ

“… Kemudian beliau mengusap kepala beliau lalu memasukkan kedua jari telunjuk beliau ke dalam telinga dan mengusap bagian luar telinga dengan kedua ibu jari tangan beliau.” (HR. Abu Dawud no 135, An-Nasa’i no 140, Ibnu Majjah no 422 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Demikian juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ ، بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ ، حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ، ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ »

“Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan tangannya,(dengan cara) menyapunya ke depan dan ke belakang. Beliau memulainya dari bagian depan kepalanya ditarik ke belakang sampai ke tengkuk kemudian mengembalikannya lagi ke bagian depan kepalanya”HR. Bukhori no. 185, Muslim 235

Jadi mengusap kepala bukanlah hanya sebagian (hanya ubun-ubun) sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan dalil bahwa menyapu kedua telinga termasuk dalam menyapu kepala adalah sabda Nabi ’alaihish sholatu was salam,

« الأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ »

“Kedua telinga merupakan bagian dari kepala”.HR. Abu Dawud no.134, At Tirmidzi no. 37, Ibnu Majah no. 478, dan lain-lain. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Al Albani rahmatullah ‘alaihi dalam Ash Shohihah no. 36. Lihat juga penjelasan tentang takhrij hadits ini dalam Subulus Salaam Al Mausulatu ilaa Bulughil Maroom oleh Al ‘Amir Ash Shon’ani rohimahullah hal. 206/I dengan tahqiq dari Syaikh Muhammad Shubhi Hasan Halaaq cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA. Di sini muhaqqiq kitab ini menjelaskan panjang lebar tentang hadits ini yang kesimpulannya hadits ini shohih

Lalu cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ بَاطِنِهِمَا بِالسَّبَّاحَتَيْنِ وَظَاهِرِهِمَا بِإِبْهَامَيْهِ »

“kemudian beliau menyapu kedua telinga sisi dalamnya dengan dua telunjuknya dan sisi luarnya dengan kedua jempolnya”.HR. An Nasa’i no. 102, dinyatakan hasan shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Sunan Nasa’i


Adapun untuk cara mengusap kepala dan kedua telinga dengan air, untuk perempuan sama seperti untuk laki-laki sebagaimana yang dikatakan oleh An Nawawi Asy Syafi’i rohimahullah demikian juga hal ini merupakan pendapat Imam Syafi’i rohimahullah sendiri dan dinukil oleh Al Bukhori rohimahullah dalam kitab shohihnya dari Sa’id bin Musayyib rohimahullah. lihat Al Majmu’ oleh An Nawawi rohimahullah hal. 409/I Asy Syamilah]. Dan hal ini sesuai dengan kaidah fiqh keumuman hukum dalam syari’at antara laki-laki dan perempuan selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya pada salah satu dari keduanya, lihat Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Syaikh DR. Muhammad bin Husain bin Hasan Al Jaizaniy hafidzahullah hal. 418, cetakan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.

Apakah mengambil air yang baru untuk mengusap telinga?
Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, Insya Allah pendapat yang rajih (kuat) yang mengatakan tidak mengambil air yang baru cukup dengan air yang digunakan untuk mengusap kepala. Berdasarkan hadits tentang cara wudhunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr dan Ibnu Abbas. Dan ini pendapatnya kebanyakan ulama.

Kalau pakai imamah apakah dibolehkan mengusap imamahnya dan kalau boleh bagaimana cara mengusapnya?
Dibolehkan mengusap imamah menurut pendapat yang benar.
Ada dua cara :
Dengan mengusap imamahnya saja hal ini berdasarkan hadits :

 عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَمْسَحُ عَلَى عِمَامَتِهِ وَخُفَّيْهِ

Dari Abi Salamah dari Ja’far bin ‘Amr, dari bapaknya berkata : “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap imamah dan kedua sepatu beliau.” (HR. Bukhari no 205)

Dan cara mengusapnya seperti mengusap kepala sebagaimana pendapatnya sebagian ulama di antaranya al-Imam Ahmad. Mengusap ubun-ubunnya dan imamahnya hal ini berdasarkan hadits Mughirah bin Syu’bah, beliau menuturkan :

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ.

“Bahwasanya Nabi berwudhu lalu mengusap ubun-ubun dan imamah serta kedua khufnya.” (HR. Muslim)

Adapun peci maka tidak disyari’atkan mengusap peci menurut pendapat yang benar dan ini pendapatnya kebanyakan  ulama, mereka berdalil karena tidak dinukilkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Wallahu a’lam bish shawwab

8. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.

Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى المَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (Qs. Al Maidah : 6)

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Utsman di dalam shahih Bukhari dan Muslim :

ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلاَثًا

…kemudian mencuci kedua kakinya sebanyak tiga kali.”

Hukum membasuh kedua kaki ketika wudhu?
Membasuh kedua kaki  sampai mata kaki hukumnya wajib. Dalilnya hadits sangat banyak tentang sifat wudhunya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan berdasarkan hadits Ibnu Umar, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit (yang tidak terkena basuhan air wudhu -ed) dari api neraka.” (HR. Bukhari no 161 dan Muslim no 241)

Adapun cara membasuhnya adalah sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW :

« إِذَا تَوَضَّأَ دَلَكَ أَصَابِعَ رِجْلَيْهِ بِخِنْصَرِهِ »

“Jika beliau shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu, beliau menggosok jari-jari kedua kakinya dengan dengan jari kelingkingnya”. HR. Tirmidzi no. 40, Abu Dawud no. 148, hadits ini dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Sunan At Tirmidzi

9.  At-Tartiib

Membasuh anggota wudhu satu demi satu dengan urutan yang sebagaimana Allah dan rasul-Nya perintahkan. Hal ini berdasarkan dalil ayat dan hadits yang menjelaskan tentang sifat wudhu. Dan juga berdasarkan hadits :

أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللَّهُ بِهِ

“Mulailah dengan apa yang Allah mulai dengannya.” (HR. Muslim no 1118)

Hukumnya?
Hukumnya wajib tartiib (berurutan) dalam berwudhu menurut pendapat yang terpilih (Insya Allah) dan ini Madzhabnya Utsman, Ibnu Abbas dan riwayat dari Ali bin Abi Thalib radiyallahu anhum. Dan dengannya Qatadah, Abu Tsaur, Syafi’i, Ishaq bin Rahawaih berpendapat, dan pendapat ini  masyhur dari Imam Ahmad. Dan pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syaikh as-Sa’di, Ibnu Baaz dan Ibnu Utsaimin rahimahullah jamia’an.

10.   Al Muwaalaat (berkesinambungan dalam berwudhu sampai selesai tidak terhenti atau terputus)

Hal ini berdasarkan sebuah hadits :

 عن عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ ». فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى

Dari  Umar bin Khaththab menuturkan bahwasanya seseorang berwudhu, bagian kuku pada kakinya tidak  terkena air wudhu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandangnya maka berkata : “Kembalilah, baguskanlah wudhumu (ulangi –ed), kemudian orang tersebut kembali berwudhu kemudian shalat.” (HR. Muslim no 243)

Hukumnya?
Pendapat yang raajih (terpilih) insya Allah yang mengatakan hukumnya wajib, dalilnya seperti yang telah disebutkan di atas. Kalau sendainya bukan wajib tentu cukup dengan membasuh bagian yang tidak terkena air saja setelah terhenti atau terputus, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk mengulangi wudhunya ini menunjukkan muwaalat (berkesinambungan) hukumnya wajib. Dan pendapat yang mengatakan wajib madzhabnya Imam Malik, pada sebuah riwayat dari Imam Ahmad, Al-Auza’i, Qatadah dan dengannya Ibnu Umar berpendapat.

Kapan seseorang dikatakan berkesinambungan dan kapan dikatakan tidak berkesinambungan?
Yaitu seseorang melakukan gerakan-gerakan wudhu secara berkesinambungan, usai dari satu gerakkan wudhu langsung diikuti dengan gerakan wudhu berikutnya sebelum kering bagian tubuh yang baru saja dibasuh. Contohnya seseorang membasuh wajah maka wajib baginya setelah selesai dari membasuh wajah untuk segera membasuh tangan sebelum wajah mengering dari bekas air wudhu. Adapun jika ia menunda membasuh tangan sehingga air bekas wudhu pada wajah mengering dikarenakan urusan yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas wudhu maka dia dianggap tidak berkesinambungan dan wudhunya tidak sah. Berbeda jika dia menunda karena urusan yang terkait dengan wudhu maka hal itu tidak memutus kesinambungannya dalam wudhu. Misalnya dia pada saat wudhu melihat bagian tangannya ada yang terkena cat sehingga dia berusaha menghilangkannya. Wallahu a’alam bish shawwab.

11. Doa/dzikr setelah wudhu

Tentang hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

“ Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan sampai selesai atau menyempurnakan wudhu kemudian membaca doa: “ Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, melainkan akan dibukakan baginya delapan pintu surga yang dia bisa masuk dari pintu mana saja yang dia kehendaki.”

Dalam sebuah riwayat : “Aku bersaksi tidak ada ilah (sesembahan) yang berhaq disembah kecuali Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasannya muhammad hamba Allah dan utusannya” (HR. Muslim)

Apa hukumnya membaca doa/dzikir diatas setelah wudhu?
Hukumnya sunnah sebagaimana diakatakan oleh Imam An-Nawawi didalam syarh shahih Muslim.

Catatan :
Tidak boleh seseorang berlebih-lebihan dalam mengunakan air ketika berwudhu. Hal ini menyelisihi petunjuk Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam, sebagaimana dalam sebuah hadits Anas Bin Malik berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَغْسِلُ ، أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ – بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ

“ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mandi dengan satu sha’ sampai lima mud dan berwudhu dengan satu mud.” (HR. Mutafaqun alaihi) 

1 shaa’ = 4 mud
1 mud = gabungan telapak tangan orang dewasa yang sedang (tidak besar dan kecil)

Sunnah-Sunnah Wudhu

Bersiwak, hal sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ »

“Seandainya jika tidak memberatkan ummatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap hendak berwudhu” HR. Tirmidzi no. 22, Abu Dawud no. 37, dinilai shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Sunan At Tirmidzi

Mencuci kedua tangan tiga kali ketika hendak berwudhu, sunnah ini lebih ditekankan ketika bangun dari tidur atau dengan kata lain hukumnya wajib. Dalil yang menunjukkan bahwa mencuci tangan ketika hendak berwudhu sunnah adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ….. ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya Utsman) suatu ketika beliau memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadah), kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak tiga kali……kemudian beliau berkata, “Aku dahulu melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti yang aku peragakan ini” HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226

Hal ini ditetapkan sebagai sunnah dan bukan wajib sebab Utsman rodhiyallahu ‘anhu melakukannya karena melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam melakukannya. Semata-mata perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam yang dicontoh para sahabat menunjukkan hukum anjuran atau sunnah[Lihat Ma’alim Ushulil Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah hal. 124]. Kemudian dalil yang menunjukkan wajibnya mencuci tangan ketika bangun dari tidur adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

«وَإِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِى وَضُوئِهِ ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ »

“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka hendaklah ia mencuci tangannya sebelum ia memasukkan tangannya ke air wudhu, karena ia tidak tahu di mana tangannya bermalam”.

Jika ada yang bertanya apakah hal ini hanya berlaku pada tidur di malam hari saja atau umum? Maka jawabannya adalah sebagaimana yang disampaikan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam di atas yaitu semua tidur yang menyebabkan orang tidak tahu di mana tangannya berada ketika ia tidur. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Al Imam Asy Syafi’i rohimahullah, demikian juga mayoritas ‘ulama[Lihat Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maroom oleh Syaikh Abullah Alu Bassaam rohimahullah hal. 215/I cetakan Maktabah Sawaadiy, Mekkah, KSA].

Bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq dan berkumur-kumur ketika tidak sedang berpuasa[Lihat penjelasan mengapa perintah di sini tidak dimaknai wajib di Taudhihul Ahkaam min Bulughil Maroom hal. 218/I]. Dalilnya adalah sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

« بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا »

“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali jika kalian sedang berpuasa”[HR. Abu Dawud no. 2368, Al Hakim no. 525 dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Sunan Abu Dawud demikian juga Adz Dzahabi].

Mendahulukan membasuh anggota wudhu yang kanan. Dalilnya adalah sabda Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

« كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِى طُهُورِهِ إِذَا تَطَهَّرَ »

“Adalah kebiasaan Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam sangat menyukai mendahulukan kanan dalam thoharoh (berwudhupent.)”[HR. Bukhori 168, Muslim no. 268].

Membasuh anggota wudhu sebanyak 2 kali atau 3 kali. Dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membasuh anggota wudhunya 2 kali adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Zaid,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu (membasuh anggota wudhunya sebanyak) dua kali-dua kali.[HR. Bukhori 158]”

Dalil bahwa beliau membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali adalah hadits yang diriwayatkan Humroon dari tentang wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika melihat cara wudhu Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ ، فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ…. ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا…

Dari Humroon budaknya Utsman bin Affan, (ketika ia menjadi budaknya Utsman) suatu ketika beliau memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadah), kemudian aku tuangkan air dari wadah tersebut ke tangan beliau. Maka ia membasuh tangannya sebanyak 3 kali…kemudian dia membasuh wajahnya sebanyak 3 kali….[HR. Bukhori 164, Muslim no. 226]

Hal ini sering beliau lakukan pada anggota wudhu selain pada mengusap kepala, berdasarkan salah satu riwayat hadits Abdullah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu di atas yang juga dalam shohihain,

ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً

“Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah air lalu menyapu kepalanya ke arah depan dan belakang sebanyak 1 kali”[HR. Bukhori 186].

Namun demikian dianjurkan juga menyapu kepala sebanyak tiga kali[Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rohimahullah di Ats Tsamrul Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitaab hal.11/I, demikian juga Syaikh DR. Abdul Adzim bin Badawiy Al Kholafiy hafidzahullah Al Wajiz fi Fiqhil Kitab was Sunnah hal. 41], namun hal ini dianjurkan dengan catatan tidak dilakukan terus menerus berdasarkan salah satu riwayat hadits yang diriwayatkan Humroon tentang cara wudhu Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu ketika beliau melihat cara wudhu Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ هَكَذَا

Beliau (Utsman bin Affan)menyapu kepalanya tiga kali kemudian membasuh kakinya tiga kali, kemudian beliau berkata, “Aku melihat Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu seperti ini”[HR. Abu Dawud no. 107 dan dinyatakan hasan shohih oleh Al Albani rohimahullah dalam takhrij beliau untuk Sunan Abu Dawud].

Tertib, yang dimaksud tertib di sini adalah membasuh anggota wudhu sesuai tempatnya (urutan yang ada dalam ayat wudhupent.)[Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 118/I]. Hal ini kami cantumkan di sini sebagai sebuah sunnah bukan wajib dalam wudhu dengan alasan hadits Al Miqdam bin Ma’dikarib Al Kindiy rodhiyallahu ‘anhu,

أُتِىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا

“Rosulullah shallallahu ‘alaihi was sallam melakukan wudhu dengan membasuh tangannya tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq tiga kali, kemudian membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kakinya tiga kali, kemudian menyapu kepalanya dan telinga bagian luar maupun dalam”[HR. Abu Dawud no. 121, dinyatakan shohih oleh Al Albani rohimahullah dalam takhrij beliau untuk Sunan Abu Dawud].

Berdo’a ketika telah selesai berwudhu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

« مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ – أَوْ فَيُسْبِغُ – الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ إِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ ».

“Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu dan ia menyempurnakan wudhunya kemudian membaca, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah” melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang jumlahnya delapan, dan dia bisa masuk dari pintu mana saja ia mau”[HR. Muslim no. 234].

At Tirmidzi menambahkan lafafdz,

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِى مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termsuk orang-orang yang selalu mensucikan diri”[HR. Tirmidzi no. 55 dan dinyatakan shohih oleh Al Albani dalam takhrij beliau untuk Sunan Tirmidzi].

Sholat dua raka’at setelah wudhu. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam,

« مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ، لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »

“Barangsiapa berwudhu sebagaimana wudhuku ini, kemudian sholat 2 raka’at (dengan khusyuked.) setelahnya dan ia tidak berbicara di antara keduanya[An Nawawi rohimahullah mengatakan, “yang dimaksud dengan tidak berbicara diantara keduanya yaitu tidak berbicara dalam masalah dunia yang tidak ada hubungannya dengan sholat”. [lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim hal. 103/III], maka akan diampuni seluruh dosanya yang telah lalu”[HR. Bukhori no. 159, Muslim no. 226].

Demikianlah akhir tulisan ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kami sebagai tambahan ‘amal dan sebagai tambahan ilmu bagi pembaca sekalian serta berbuah ‘amal bagi kita semua. Allahu a’lam bish showab


Sumber : 
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/untukmu-yang-bertanya-tentang-tatacara-wudhu-yang-benar/
https://muslim.or.id/1810-panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html

Rabu, 04 Oktober 2017

Keistimewaan dan Peristiwa yang terjadi di Bulan Muharram

Bulan Muharram merupakan bulan kemuliaan dan rahmat karena bermula dari bulan inilah berlakunya segala kejadian di alam ini. Bulan Muharram juga merupakan bulan yang penuh sejarah, dimana banyak peristiwa yang menunjukkan kekuasaan dan kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Berikut keutamaan dan keistimewaan di bulan Muharram :

1. Sejarah Penamaan Bulan Muharram

Muharram secara bahasa artinya diharamkan. Abu Amr Ibn Alaa berkata, "Dinamakan bulan Muharram karena peperangan (jihad) diharamkan pada bulan tersebut". Jika jihad yang disyariatkan oleh Islam, hukumnya menjadi terlarang di bulan Muharram. Di bulan Muharram ini Allah SWT melarang umatnya agar tidak melakukan perbuatan yang dilarang olehNya, seperti berperang yang telah dilakukan oleh orang-orang kafir quraisy sebelum mereka mengenal Islam.

2. Keutamaan dan Keistimewaan Bulan Muharram

a. Bulan Muharram adalah salah satu bulan-bulan Haram

Allah SWT berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

 "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalan bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah besera orang-orang yang bertakwa." (Q.S. at Taubah : 36)

Pada ayat diatas menerangkan pada kita bahwa setelah Allah SWT menciptakan langit dan bumi kemudian Allah menciptakan bulan yang berjumlah 12 bulan yang mana bulan tersebut merupakan bulan tahun Hijriyah.

Dalam ayat tersebut terdapat 4 bulan yang istimewa diantara bulan-bulan lainnya, salah astunya adalah bulan Muharram. Di bulan Muharram Allah SWT tidak hanya mengharamkan umat islam melakukan perbuatan yang dilarang (membunuh, berperang), namun disana juga menjelaskan bahwa orang muslim harus memerangi orang kafir yang selalu mengajak kepada kehancuran. Yang dilakukan orang kafir, adalah bukan karena ingin merampas harta seperti yang dilakukan sebelum datangnya islam, merebut kekuasaan, balas dendam seperti yang telah dialami ketika umat islam mengusir orang kafir untuk meninggalkan Makkah dan Madinah, tetapi merekan menginginkan agama islam hancur.

Salah satu ahli tafsir dari kalangan tabi'in, Qatadah bin Diamah As Sadusi mengatakan, "Amal shaleh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram sebagaimana kedzaliman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan dengan kedzaliman yng dikerjakan di bulan-bulan lain meskipun secara umum kedzaliman adalah dosa yang besar".

Disinilah yang menjadi pokok pada bulan Muharram, bahwa diharamkan umat-Nya melakukan berperang atau membunuh pada bulan-bulan istimewa tersebut, karena apabila melanggarnya, maka dosanya akan dilipat gandakan dari bulan-bulan yang lain. Dengan adanya larangan tersebut berarti Allah juga akan memberikan pahala bagi umat-Nya yang mengerjakan amalan seperti yang disunnahkan.

Dalam hadist yang diriwayatkan dari sahabat Abu Bakrah r.a., Rasullullah SAW menjelaskan keempat bulan haram yang dimaksud :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Telah menceritakan kepada kami, Abdul Wahhaab, telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Muhammad, dari Ibnu Abi Bakrah, dari Abu Bakrah r.a.,- dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya zaman telah berputar, sebagaimana keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, dalam setahun ada dua belas bulan, darinya ada empat bulan haram, tiga diantaranya adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram, sedangkan Rajab adalah bulan Mudhar yang terdapat diantaranya Jumadaats Tsaniy dan Sya'baan." 
(Shahiih Al-Bukhaariy no.4662; Shaiih Muslim no.1681 dengan matan yang lebih panjang)

b. Bulan Muharram disifatkan sebagai bulan Allah

Kedua belas bulan yang ada adalah makhluk ciptaan Allah, akan tetapi bulan Muharram meaih keistimewaan khusus karena hanya bulan inilah yang disebut sebagai "syahrullah". Rasullullah SAW bersabda :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ


"Puasa yang pailng utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan sholat yang paling utama setelah sholat wajib (lima wkatu) adalah sholat malam". (H.R. Muslim)

Hadist ini mengindikasikan adanya keutamaan khusus yang dimiliki bulan Muharram karena disandarkan kepada Lafazh Allah. Para Ulama telah menerangkan bahwa ketika suatu makhluk disandarkan pada lafazh Allah maka itu mengindikasikan tasyrif (pemuliaan) terhadap makhluk tersebut, sebagaimana istilah baitullah (rumah Allah) bagi mesjid atau lebih khusus Ka'bah dan naqatullah (unta Allah) istilah bagi unta Nabi Sholeh a.s. dan lain sebagainya.

Bulan ini juga sering dinamakan "Syahrullah Al Asham" yaitu bulan Allah yang sunyi, dinamakan demikian, karena sangat terhormatnya bulan ini. Karena itu, tidak boleh ada sedikitpun riak konflik di bulan ini.

3. Amalan yang dianjurkan di Bulan Muharram

Adapun ibadah yang dianjurkan secara khusus pada bulan ini adalah memperbanyak puasa sunnah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., beliau berkata Rasullullah SAW bersabda :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ


"Puasa yang pailng utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan sholat yang paling utama setelah sholat wajib (lima wkatu) adalah sholat malam". (H.R. Muslim)

Anjuran berpuasa di bulan Muharram ini lebih dikhususkan dan ditekankan hukumnya pada hari yang dikenal dengan istilah Yaumul Asyuro, yaitu pada tanggal 10 bulan Muharram. Asyuro berasal dari kara 'Asyarah yang berarti sepuluh.

Pada hari Asyura ini, Rasullullah SAW mengajarkan kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah SWT yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro.

4. Peristiwa-Peristiwa bersejarah di Bulan Muharram

Banyak peristiwa bersejarah yang berlaku pada 10 Muharram ini, dimana pada hari inilah, Allah SWT telah memuliakan Nabi-Nabi dengan sepuuh kehormatan, diantaranya yaitu :
  • Nabi Adam a.s. bertobat kepada Allah, disebutkan Nabi Adam a.s bertobat dan memohon ampunan kepada Allah SWT pasca dikeluarkan dari Surga. Pada tanggal 10 muharram inilah, taubat Nabi Adam diterima Allah dan diampuni segala dosanya.
  • Pada tanggal 10 Muharram juga, Nabi Idris a.s telah di bawa ke langit, sebagai tanda Allah SWT telah menaikkan darjat beliau.
  • Berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi setelah berlayar lama dari banjir air bah yang diturunkan Allah SWT untuk memusnahkan kaum Nabi Nuh yang durhaka
  • Nabi Ibrahim dilahirkan pada 10 Muharam dan diangkat sebagai Khalilullah (kekasih Allah) dan juga hari dimana beliau diselamatkan Allah SWT dari raja namrud berupa api yang membakar.
  •  Diterimanya taubat Nabi Daud a.s oleh Allah SWT
  • Nabi Isa a.s diselamatkan (diangkat) Allah SWT ke langit, dari kejaran orang-orang yang ingin menyalibnya.
  • Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Musa daripada kejaran Fir'aun dengan melintasi laut merah yang terbelah.
  • Dikeluarkannya Nabi Yunus a.s oleh Allah SWT dari perut ikan setelah berada selama 40 hari di dalamnya.
  • Nabi Ayyub a.s disembuhkan Allah SWT dari penyakit yang dideritanya.

Kamis, 28 September 2017

Mari mengenal bulan-bulan dalam Kalender Hijriyah

Salah satu fenomena menyedihkan dikalangan umat islam saat ini adalah kita masih asing dengan kelender hijriyah. Mungkin masih banyak yang bingung karena ada beberapa perbedaan mendasar antara bulan islam dengan bulan masehi.
Sebelum kami paparkan daftar bulan bulan islam, ada baiknya untuk kita mengetahui sejarah ditetapkannya Kalender Hijriyah sebagai penanggalan dalam islam. Dan sebagai penutup diakhir akan kami jelaskan beberapa perbedaan kalender masehi dan hijriyah.

Sejarah Kalender Hijriyah


Ditetapkannya kalender hijriyah sebagai bulan islam ditetapkan ketika kekhalifahan dipimpin oleh sahabat Umar Bin Khatab radhiyallahu anhu. Dimulainya Kalender hijriyah saat peristiwa hijrahnya Rasulullah dari kota mekah ke kota madinah.
Sama seperti kalender masehi, bulan islam juga terdiri dari 12 bulan. Jumlah harinya pun berkisar 29-30 hari. Hal ini didasarkan dan disesuaikan dengan firman Allah Subhana Wata’ala yang berbunyi:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Qs. At Taubah: 36)
Sebenarnya, orang-orang arab sebelum Rasulullah dilahirkan sudah menggunakan kalender hijriyah namun tidak menggunakan tahun. Orang Arab dulu hanya menyematkannya pada kejadian besar yang terjadi saat itu seperti tahun gajah tepat ketika Rasulullah dilahirkan.
Awalnya penepatan tahun hijriyah bermula ketika sahabat Abu Musa Al-Asyari mengirimkan surat kepada Khalifah umar. Surat tersebut berisi tentang pertanyaan mengenai surat-surat yang dikirimkan khalifah Umar hanya ada tanggal dan bulannya saja, tidak dituliskan tahun-nya. Hal tersebut sangat membingungkan.
Seiring berjalannya waktu Khalifah Umar pun mengumpulkan beberapa sahabat senior. Mereka adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhan bin Ubaidillah.
Para sahabat bermusyawarah dan metetapkan kalender islam. Beberapa sahabat mengusulkan untuk memulai tahun islam berdasarkan milad Nabi Muhammad, sebagian lainnya mengusulkan untuk mulai-nya ketika Nabi diangkat menjadi Rasul.
Dari banyaknya usulan yang ada, usulan yang diterima oleh Khalifah umar adalah usulan milik Ali bin Abi Talib. Beliau mengusulkan untuk memulai kalender hijriyah ketika Rasulullah berhijrah dari Mekkah menuju Madinah.

Nama Bulan Dalam Islam


Supaya kita lebih mengenal kalender hijriyah dan bisa mengenal bulan bulan islam kepada anak-anak kita mari kita ulas nama bulan dalam islam. Berikut ini daftar bulan dalam islam beserta keutamaan didalam-nya.

Bulan Muharram ( ُالمُحَرَّم )

Pada bulan ini, terdapat sunnah rasulullah yang keutamaan yang sangat besar. Amalan tersebut adalah puasa  tasu’a dan a’syura. Ganjaran yang diberikan kepada orang yang melakukan amalan ini adalah dosanya selama satu tahun yang telah lewat akan dihapuskan.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu yang mengatakan :
سئل عن صوم يوم عاشوراء فقال كفارة سنة
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura’ menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Puasa tasu’a dilakukan pada 9 muharam sedang puasa asyura dilakukan pada tanggal 10 muharam-nya. Puasa dibulan Muharam merupakan sebaik-baiknya puasa setelah puasa Ramadhan.
Bulan Muharam memiliki arti sebuah pantangan atau diharamkan. Dalam bulan tersebut umat islam dilarang untuk menumpahkan darah ataupun berperang. Pantangan tersebut sudah diberlakukan dari masa awal islam.

Bulan Safar  ( ُصَفَر )

Pada zaman dahulu, bangsa arab pada bulan safar memiliki kebiasaan meninggalkan rumah untuk beberapa kepentingan seperti berniaga, merantau, dan berperang. Sampai-sampai kampung yang ditinggalinya kosong dan tak berpenghuni. Karena jika kita tinjau berdasarkan makna-nya, kata safar memiliki makna “KOSONG”.

Bulan Rabiul Awal ( ِرَيِبْعُ الأَوَّل )

Nama bulan dalam islam yang selanjutnya adalah bulan Rabi’ul Awal. Dalam bulan ini ada banyak sekali catatan sejarah Rasulullah seperti tanggal Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dilahirkan, diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul dan juga ketika hijrah.
Karenanya Pada bulan ini kita dianjurkan untuk memperbanyak bacaan sholawat, memperbarui keimanan kita kepada rasulullah dan senantiasa meneladani akhlaq beserta sunnah yang beliau contohkan. Dalam sebuah hadits dijelaskan tentang keutamaan membaca sholawat.
“Bagi siapa yang membaca sholawat kepadaku walau cuma satu kali maka allah SWT akan membalas kebaikan kepadamu sepuluh kali dan sepuluh derajat ”
( HR. Muslim : 408 dan pernah dinyatakan oleh Imam bukhori dalam adabul Mufrad , Ibnu abu syaibah, Ismaili dan sanad ma’lul)”

Bulan Rabiul Akhir ( ِرَبِيْعُ الآخِر )

Dalam bulan ini juga banyak juga banyak catatan sejarah yang dialami Rasulullah dan para sahabatnya. Salah satu kejadian besar yang pernah terjadi dibulan tersebut adalah tentang pengkhianatan bani nadzir terhadap perjanjian yang telah disepakati dengan Rasulullah.
Karena pengkhianatan Bani Nadzir Rasulullah megusir mereka keluar dari madinah. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 3 hijriyah. Tepat ketika itu Allah menurunkan surat Al-Hasyr tentang pengkhianatan bani nadzir yang akhirnya memicu peperangan besar.

Bulan Jumadil Ula  ( جُمَادَى الأُوْلَى )

Sebelum islam berjaya di peradapan arab, bulan jumadil Ula disebut dengan jumadi khomsah. Dahulu pada bulan ini jatuh ketika musim dingin, dimana air-air ditanah arab membeku. Adapun jumlah hari yang terdapat pada bulan kelima pada kalender hijriyah seringnya sebanyak 30 hari.
Berbeda dari bulan bulan islam yang lainnya, pada bulan ini memang tidak ada yang istimewa. Namun dalam islam ada banyak amalan yang bisa kita kerjakan baik yang wajib ataupun yang sunnah. Karena-nya sebagai seorang muslim, mari kita senantiasa berlomba lomba dalam melakukan amalan ibadah. 

Bulan Jumadil Akhir ( ِجُمَادَى الآخِرَة )

Pada bulan ini ada beberapa peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah islam. Sahabat Abu Bakar As-Siddiq radhiyallahu anhu selaku khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah, beliau wafat pada malam tanggal 22 bulan jumadil akhir pada tahun 13 hijriyah ketika umurnya 63 tahun.
Tepat ketika itu juga sedang terjadi Perang Yarmuk. Perang tersebut dipimpin oleh sahabat Khalid bin Walid radhiyallahu anhu yang melibatkan pasukan sebanyak 45,000 orang. Saat itu, kaum muslim menghadapi tentara Rum yang pasukannya berjumlah 240,000 orang.
Tentara kaum muslim yang saat itu dipimpin sahabat Khalid bin Walid mendapat kemenangan besar. Dalam peperangan tersebut ada sebanyak 3000 kaum muslim yang syahid, sedang pasukan musuh hampir setengahnya yang terbunuh.

Bulan Rajab ( ُرَجَب )

Daftar nama bulan bulan islam yang selanjutnya adalah bulan Rajab. Bulan ini merupakan salah satu dari 4 bulan yang diharamkan oleh Allah untuk berperang dan menumpahkan darah. Perintah tersebut tertera pada Al-Qur’an surat At-taubah ayat 36 yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang artinya :
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”
(HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Peristiwa penting yang ada dibulan ini adalah peristiwa Isro’ Mi’raj. Sebagian ulama berpendapat bahwa peristiwa ini jatuh pada tanggal 27 rajab. Isra’ adalah perjalanan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari Mekkah ke Baitul Maqdis (palestina). Sedangkan Mi’raj adalah perjalanan Rasulullah dari bumi naik menuju kelangit tertinggi. 
Bulan Sya’ban ( ُشَعْبَان )
Secara umum bulan sya’ban merupakan bulan yang mulia karena bulan ini adalah waktu dinaikkan amalan. Jika dibandingkan bulan islam yang lainnya amalan puasa yang paling banyak dilakukan Rasulullah setelah bulan ramadhan adalah pada bulan Sya’ban.
Dalam sebuah hadist Usamah bin Zaid bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau tak pernah menyaksikan beliau mengerjakan amalan puasa lebih semangat dari pada bulan sya’ban. Kemudian Rasulullah bersabda :
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Bulan Ramadhan ( ُرَمَضَان )

Bulan Ramadhan merupakan bulan islam paling utama dan memiliki banyak sekali keistimewaan yang tak boleh kita lewatkan. Pada bulan ini seluruh umat islam diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan ibadah puasa 1 bulan penuh. Ada banyak sekali keutamaan yang bisa kita dapatkan pada bulan ini.
Pada bulan ini kitab Al-Qur’an diturunkan, dibelengunya para setan, dibukanya lebar lebar pintu surga dan ditutupnya pintu neraka serapat rapatnya. Jika dibandingkan dengan bulan bulan islam lainya masih banyak keutamaan yang Allah dan Rasul-nya janjikan.

Bulan Syawal ( ٌشَوَّال )

Daftar nama bulan islam yang selanjutnya adalah bulan syawal. Pada bulan ini Rasulullah menganjurkan kita untuk melaksanakan puasa syawal, yaitu puasa sebanyak 6 hari pada bulan syawal. Ganjaran yang didapatkan orang yang melakukan amalan ini disebutkan pada sebuah hadits Rasulullah yang berbunyi :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)
Sebagai seorang muslim yang cinta akan sunnah Rasulullah kita harus senantiasa berusaha dan menyempatkan diri untuk melakukan sunnah yang satu ini. Karena sangat disayangkan ketika amalan yang satu ini disia-siakan begitu saja.

Bulan Dzulkaidah  ( ِذُو القَعْدَة )

Ditinjau secara bahasa, Dzulqo’dah terdiri dari 2 kata yaitu Dzul dan Qo’dah. Dzul memiliki makna “sesuatu yang dimiliki”, dan Qo’dah memiliki makna “Temapat yang di duduki”. Pada masa jahiliyah, bulan ini juga disebut dengan waranah dan juga Al-Hawa.
Pada bulan ini Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk melakukan ibadah umrah. Sebagaimana dalam hadits yang artinya :
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan Dzul Qo’dah, kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah itu adalah umrah Hudaibiyah di bulan Dzul Qo’dah, umrah tahun depan di bulan Dzul Qo’dah, …(HR. Al Bukhari)

Bulan Zulhijah ( ِذُو الحِجَّة )

Dan daftar terakhir dari nama bulan bulan islam adalah bulan Zulhijah. 10 hari pertama yang terdapat pada bulan ini adalah hari yang paling dicintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Pada bulan ini juga terdapat 2 ibadah yang afdol untuk dilakukan. Ibadah tersebut adalah Ibadah Haji dan pemotongan hewan Qurban (hari raya Idul Adha).
Karena tidak semua umat islam yang mampu untuk melaksanakan amalan tersebut. Rasulullah menyarankan kepada kita untuk memperbanyak dzikir. Sebagaimana yang tertulis dalam sebuah hadits yang artinya :
“Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid”.
Demikianlah pembahasan kita mengenai daftar nama bulan bulan islam beserta sejarah dan keistimewaannya dalam kalender hijriyah. Mudah-mudahan kita bisa dimudahkan didalam mengajarkan anak anak kita tentang sunnah Rasulullah dan kebudayaan islam lainnya. 

Sumber : https://bundaaisyah.com/nama-bulan-bulan-islam/